Tsunami Di Pangandaran, Harus Menjadi Cerminan!
Tepat 2 tahun pasca terjadinya tsunami di Aceh pada 2004 silam, tsunami di Pangandaran terjadi dengan korban yang tak sedikit. Tak hanya di Pangandaran, tsunami terjadi juga di Pelabuhan Ratu Sukabumi, Pantai Ciliacap, dan Parangtritis di Yogyakarta. Bencana tersebut terjadi pada 17 Juli 2006 dan membuat kaget banyak warga.
Sebagai orang asli Ciamis, dimana Pangandaran merupakan bagian dari wilayah kabupaten Ciamis, terjadinya gempa jujur tak hanya membuat batin teriris, tapi menimbulkan luka yang menganga di dalam hati harus melihat fakta yang mengerikan menimpa saudara-saudara disana. Beruntung, tsunami di Pangandaran tak sedahsyat tsunami yang terjadi di Aceh. Meski demikian, ribuan korban jiwa tak bisa terelakkan.
Tsunami Ditinjau dari Perspektif Sains
Pada dasarnya, tsunami di Pangandaran sama seperti halnya tsunami yang terjadi diberbagai belahan dunia manapun, bukanlah termasuk stereotipe bencana tunggal. Dalam arti bahwa tsunami terjadi karena ada yang menyebabkannya. Tsunami merupakan efek berantai dari bencana lain yang timbul sebelumnya, seperti gempa bumi bawah laut, gunung api bawah laut yang meletus.
Goyangan gempa minimal 6,5 skala richter saja dengan kedalaman dibawah 30 km dari permukaan laut bisa memicu terjadinya tsunami. Tsunami di Pangandaran yang terjadi 4 tahun silam beposisi di 9.334 A°S dan 107.263 A°S dengan tingkat kedalaman hanya 10 km saja. Gempa yang terjadi lumayan besar, yakni 7,7 dalam skala richter dan diakibatkan karena adanya pergeseran posisi lempeng kerak bumi dengan pergerakan vertikal (dip-slip).
Sejarah mencatat, pada tahun 1840 dan 1859 di pesisir pantai selatan pulau Jawa juga pernah terjadi gempa yang disusul dengan tsunami. Ketika itu, daerah yang menjadi pusat gempa tidak persis di magnitude-nya yang sekarang, melainkan agak ke sebalah timur tepatnya di lepas pantai Yogyakarta.
Gempa dan Tsunami
Pertanyaan sering muncul terkait dengan apakah bencana tsunami di Pangandaran dipengaruhi oleh “para pendahulunya”, dimana gempa terjadi sebelumnya di Yogyakarta, Sumatera atau wilayah lainnya? Bisakah satu gempa dengan lainnya saling berkelindan atau saling terkait sehingga satu gempa bisa menimbulkan kegempan di tempat yang berbeda?
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Badan Geoteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tak ada signal langsung yang berhubungan. Artinya, satu gempa dengan lainnya tak bisa dipaksakan untuk bisa memicu gempa-gempa yang lainnya.
Gempa yang terjadi di Yogyakarta sebelumnya merupakan tipe strike-slip atau bergerak cenderung horizontal. Gempa di Yogyakarta ketika itu terjadi di daratan, berbeda dengan tsunami di Pangandaran yang diawali dengan gempa yang terjadi di lepas pantai dan bergerak vertikal. Meski bisa saja gempa yang terjadi di Yogyakarta menimbulkan terjadinya gesekan antara lempeng samudera Indo-Australia dengan lempeng benua Eurasia.
Memang sebagian besarnya, tsunami, termasuk yang terjadi di Pangandaran terjadi karena diakibatkan oleh gempa terlebih dahulu, namun tidak seluruh gempa bisa menyebabkan tsunami. Gempa yang terjadi dilebih dari kedalaman 30 km tidak berpotensi dapat menimbulkan tsunami. Begitu juga tsunami yang timbul karena adanya pergeseran kerak horizontal tak akan juga menimbulkan tsunami. Tsunami di Pangandaran bisa dijadikan sebagai pelajaran bahwa kapanpun manusia bisa menemui ajalnya, dengan cara apapun. Berdoa dan segera bertaubat bisa menjadi jalan menghapus dosa sebelum akhirnya kita bertemu dengan yang maha kuasa, penentu dan pemrakarsa tsunami itu sendiri.
- Jika Kamu suka dengan artikel ini, silahkan share melalui Media Sosial kamu.
- Jika Kamu ingin berdonasi untuk Anak Yatim dan Dhuafa, Silahkan Klik Disini.