Tokoh wirausaha satu ini tidak menganggap gelar adalah satu-satunya jalan menuju kesuksesan. Justru dia memutuskan melepaskan calon kesarjanaannya demi memenuhi kegilaan di otaknya yang dipenuhi dengan ide bisnis.
Kalau saja waktu itu tidak memutuskan untuk keluar dari bangku kuliah, empat gelar mungkin akan didapatnya. Mulai dari sarjana psikologi, elektro, sastra inggris, dan farmasi.
Adalah Purdi E. Chandra, sosok mengagumkan itu. Empat jurusan yang digelutinya di Universitas Gajah Mada dan IKIP, Yogyakarta, itu tidak lantas membuatnya gelap mata terhadap status pendidikan. Di luar dugaan, Purdi justru memilih untuk membuka bisnis pendidikan dengan membuat lembaga bimbingan belajar. Brand yang dibawanya tidak asing lagi untuk saat ini, yaitu Primagama.
Berkembangnya Bisnis Pendidikan Purdi E. Chandra
Singkat cerita, Purdi mulai merasakan bisnisnya menggeliat setelah dua tahun bersabar dengan keprihatinan. Usahanya mendapatkan siswa menunjukkan hasil.
Muridnya semakin bertambah seiring menguatnya kepercayaan dari masyarakat terhadap kredibilitas lembaga ini membawa banyak siswa lolos ke perguruan tinggi negeri. Penggarapan manajemen Primagama akhirnya dibuat makin serius.
Purdi mengatakan, strateginya yang cukup jitu dari dulu hingga sekarang adalah penerapan konsep jaminan. Setiap siswa yang mengikuti bimbingan, diberikan garansi uang kembali jika sampai tidak lolos masuk perguruan tinggi negeri. Walhasil, para siswa tergerak untuk mencoba menikmati layanan Primagama.
Antusiasme dan optimisme Purdi makin menjadi. Kala diketahuinya banyak siswa SMA yang membutuhkan bantuan untuk lolos pada ujian masuk perguruan tinggi. Dari dulu sampai sekarang, masih banyak siswa yang masih berobsesi untuk kuliah di perguruan tinggi negeri dan ternama. Inilah peluang yang bakal tidak ada habisnya untuk digarap. Bayangkan saja, setiap tahun, banyak siswa yang menjadi pangsa pasar menggiurkan untuk bisnis ini.
Modal Awal Bisnis Purdi E. Chandra
Tahukah Anda berapa modal Purdi? Hanya Rp 300 ribu di tahun 1982. Mungkin uang itu cukup banyak untuk era 80-an. Namun, perjuangan berat masih harus dirasakan Purdi. Uang modal diperolehnya dengan menjual sepeda motor. Selanjutnya, modal diatur sedemikian rupa agar bisnis bimbingan belajarnya bisa segera dimulai. Disewalah sebuah tempat kecil yang dibagi menjadi dua.
Kala itu mesti dia masih mengelus dada karena hanya ada dua siswa yang mendaftar untuk les. Biayanya dipatok Rp 50 ribu untuk dua bulan bimbingan.
Dan, untuk mengimbangi penjaminan ini, disiapkan tentor cerdas yang benar-benar bisa mengajar. Terbukti, rata-rata lembaga ini bisa meloloskan siswa hingga 90 persen. Kalau pun harus mengembalikan bimbingan yang 10 persen karena tidak lolos, itu bukan masalah besar.
Di tangan tokoh wiraswasta ini, Purdi mampu mendirikan 181 cabang yang tersebar di 96 kota. Museum Rekor Indonesia (MURI) sampai memberikan penghargaan sebagai lembaga bimbingan belajar dengan cabang terbanyak se-Indonesia. Siswa yang masuk Primagama mencapai 100 ribu orang setiap tahunnya.
Tokoh wirausaha yang penuh strategi
Purdi adalah tokoh wirausaha yang banyak makan asam garam dunia bisnis yang keras. Kegagalan demi kegagalan pernah dialaminya untuk menemukan jalan kesuksesan Pria kelahiran Lampung, 9 September 1959 ini, bahkan tercatat 10 kali mengalami kegagalan mendirikan rumah makan Padang. Namun, keberaniannya untuk terus menjalani, membuatnya paham antara gagal dan sukses itu bagai dua sisi mata pisau. Yang pasti, Purdi tetap meneguhkan langkah ingin menjadi wirausahawan.
Sebenarnya, aktivtas Purdi untuk berbisnis sudah diawalinya sejak masih belajar di Sekomlah Menengah Pertama (SMP). Kala itu, dia tidak malu berjualan telur dari hasil ternaknya. Purdi merawat beberapa ayam dan bebek. Inilah yang kemudian menjadi salah satu pemantik jiwa juang Purdi untuk komitmen di jalan bisnis.
Namun, siapa sangka dari impian yang terus dikonsistenkan bakal mengubah Purdi menjdi sekarang ini. Kekayaan duniawi seperti sudah datang sendiri. Kerja keras yang dijalaninya berbuah manis setelah menjalani perjuangan panjang.
Baginya, kegagalan itu membersihkan pikiran, membuka wawasan, memuliakan hati, menghindarkan diri dari angkuh dan kepicikian. Mengalami kegagalan, membuat seseorang menjadi tidak lepas dari Tuhannya. Dan, orang yang mampu bangkit dari kegagalan adalah mereka yang akan sukses dalam berwirausaha.
Dari perjalanan panjang itu, Purdi dapat merumuskan beberapa formula kesuksesan dari orang yang ingin berwirausaha. Berbisnis itu tidak melulu soal bakal dan modal uang. Orang bisa memiiki bisnis asal ada niat kuat, perencanaan, dan mampu mengemban amanah, sekalipun modal uang sangat sedikit. Oleh karena itu, Purdi menyarankan rumus BODOL, BOTOL, dan BOBOL buat orang yang ingin memulai usaha.
Rumus BODOL
BODOL diterapkan bagi mereka yang ingin berbisnis namun tidak memiliki modal. Karena, komponen pembentuk kata BODOL adalah Berani, Optimis, Dui, Oranga Lain. Artinya, seseorang menjalankan bisnis melakukan kerjasama dengan para pemilik modal. Orang yang berduit dan berjiwa entrepreneur, biasanya melakukan investasi pada rencana bisnis yang dinilai menguntungkan. Oleh karena itu, perlu bagi calon wirausahawan menemukan ide bisnis yang prospektif.
Rumus BOTOL
Selanjutnya, adalah BOTOL. Rumus diperuntukkan buat orang yang punya modal tapi tidak ada kemampuan untuk menjalankan teknis bisnis. Untuk itu, orang tersebut bisa memanfaatkan tenaga orang lain yang dibayar untuk menjalankan usaha. BOTOL terdri dari komponen Berani, Optimis, Tenaga Orang Lain. Meskipun begitu, tetap bagi orang tersebut untuk mau belajar seluk beluk bisnisnya lebih dalam agar bisa menjalankan usahanya dengan baik.
Rumus BOBOL
Terakhir, melakukan duplikasi atas bisnis yang telah ada. Purdi menamai ini sebagai BOBOL. Yang terdiri dari kata Berani, Optimis, Bisnis, Orang Lain. Kalau seseorang sudah mentok tidak bisa berpikir tentang ide bisnis yang akan dijalankan, dia bisa menjalankan usaha dari berbagai pilihan bisnis yang ada. Namun, perlu dicatat, sebaiknya dalam meniru bisnis ini tidak secara menyeluruh ditiru.
Tetapi, gunakan teknik ATM yakni Amati, Tiru, dan Modifikasi. Dengan begitu, seserang memiliki bisnis dalam lini yang sama dengan orang lain tapi memiliki ciri khas sendiri.
Tokoh Wirausaha yang Mau Berbagi
Konon, seseorang yang disebut entrepreneur adalah mereka yang memiliki bisnis sendiri, bisa memberikan kesejahteraan bagi karyawan, dan bermanfaat bagi lingkungannya. Entrepreneur bukanlah sosok individualistis yang mengatakan kesuksesan itu berkat usahanya sendiri. Namun, entrepreneur meyakini keberhasilannya ditunjang oleh loyalitas karyawan dan berbagai pihak lain yang melingkupi bisnis itu (stakeholders). Oleh karena itu, entrepreneur tidak seharusnya pelit dengan ilmu bisnis yang dimilikinya.
Hal ini juga yang membuat Purdi tidak egois dengan keberhasilannya. Dia berusaha menularkan ilmunya agar banyak orang bisa turut merasakan kesuksesan yang sama. Dia pun coba membuat buku dan jadilah sebuah bacaan Cara Gila Jadi Pengusaha.
Buku ini banyak memberikan motivasi bermanfaat bagi orang lain bahwa berbisnis itu menyenangkan dan bisa dijalani oleh semua orang. Dan, tidak sepantasnya seseorang merendahkan dirinya dengan mengatakan bahwa dia banyak keterbatasan yang menghambat jadi pengusaha.
Purdi tidak berhenti sebatas membuat buku. Dia pun membuat kampus yang lulusannya wajib memiliki bisnis sendiri. Namanya adalah Entrepreneur University. Jangan mencari gelar di sini. Karena, tokoh wirausaha yang bisnis pendidikannya sudah diwaralabakan ini, berkeinginan membuat mahasiswa jadi pengusaha.
Jadi jangan sekali-kali mencari gelar di tempat ini. Ilmu yang diajarkan bukan hanya sebatas teori. Namun, perlu dipraktikkan untuk melihat hasilnya. Di Entrepreneur University, Purdi berkonsentrasi untuk mengajarkan cara pandang seorang entrepreneur seperti pantang menyerah, kreatif dan inovatif, mampu melihat peluang, bersemangat tinggi, dan berani mengimplementasikan semua yang diimpikan menjadi kenyataan. Dengan jadwal kuliah dua kali seminggu selama enam bulan ini, tokoh wirausaha yang berdomisili di Yogyakarta ini yakin akan banyak orang yang menjadi entrepreneur di Indonesia.