Site icon Sahabat Yatim

Kata menyakitkan

Kata Menyakitkan
Ilustrasi kata kata menyakitkan
Kata-kata menyakitkan , mungkin sebagian besar orang sudah pernah mendengar kata-kata tersebut. Apa yang terbersit dalam benak Anda ketika mendengar dua pribahasa ini: “Lidah Bagaikan Pedang”, dan “Mulutmu Harimaumu”? Mungkin setiap orang akan berbeda mempresentasikannya, namun satu hal yang pasti bahwa pribahasa lama yang sudah umum terdengar ini menandakan satu maksud,yaitu setiap orang harus berhati-hati pada ucapannya.
Anak kecil yang baru belajar bicara pasti akan mencontoh setiap perkataan yang didengarnya dari mulut orang lain. Oleh karena itu, peran orang tua sangat penting untuk membentuk dan mengajarkan pada anak untuk menggunakan bahasa yang baik pada kesempatan apapun.
Jika terucap kata yang kurang baik, Anda sebisa mungkin perlu mengarahkan anak untuk belajar berlaku dalam berbahasa.
Hal itu bukan tanpa sebab, penggunaan bahasa yang baik akan menunjukkan kualitas diri seseorang. Terutama jika memiliki anak yang baru pandai berkata-kata dan mudah menirukan setiap kata yang didengarnya. Seiring perkembangan anak, ia akan bertemu dengan lingkungan yang lebih luas dan orang yang lebih banyak.
Semakin ia pandai bertutur dan berbahasa dengan baik dan benar, membuktikan bahwa orang tua dan lingkungan berhasil mengupayakannya agar menjadi insan yang berbudi.
Anda mungkin sering melihat dalam berinteraksi banyak hal yang bisa terjadi hanya sekedar berasal dari kata-kata yang terucap. Hal tersebut bisa berdampak baik ataupun buruk. Orang yang mempergunakan kata-katanya untuk mengungkap pujian dan beragam hal baik, tentu akan berdampak baik bagi orang lain dan juga dirinya.
Namun apa jadinya jika seseorang mempergunakan bahasanya untuk mengungkapkan kata-kata yang menyakitkan?
Kata kata menyakitkan yang pernah Anda dengar baik dari mulut orang lain ataupun dari mulut Anda sendiri, pasti tidak akan membawa efek baik apapun. Kata-kata yang menyakitkan akan selalu keluar dari mulut dengan niat yang tidak baik, sekalipun diucapkan dengan maksud-maksud tertentu.
Jika seseorang telah merasa tidak nyaman dengan perkataan yang menyinggung, dan bahkan menyakitinya, pada dasarnya orang yang mengucapkannya pun juga akan merasa demikian.
Meskipun sebenarnya ia merasa bersalah dan menyesal telah mengucapkan kata-kata yang menyakitkan orang lain. Seringkali seseorang justru membela diri atau menutup mata dan telinga sama sekali terhadap ucapan yang telah dikeluarkannya.
Ia akan mencoba meyakinkan dan membenarkan dirinya bahwa apa yang ia ucapkan, sekalipun memang menyakitkan, adalah hal yang baik. Atau dengan alasan lain “untuk kebaikan orang tersebut, karena ia memang patut menerimanya.”
Lalu pertanyaannya, apa yang patut dan apa yang baik, jika ternyata seseorang telah merasa tersakiti?
Tidak jarang pada banyak kasus, terjadi banyak pertengkaran dari yang sekadar adu mulut biasa hingga baku hantam hanya karena kesalahan ucap. Mungkin masalahnya sepele, tapi kata-kata berikutnya yang keluar, bukan malah menyelesaikan masalah, justru jadi berbentuk hinaan dan saling menyakiti satu sama lain.
Jika sudah begini, tidak aneh rasanya jika pihak yang sama tersakiti akan saling membela kepentingannya masing-masing dengan baku hantam.
Bagi permasalahan dan kasus yang lebih besar lagi, bahkan hanya berawal dari permasalahan ucapan dan kata-kata yang kurang mengenakkan dan mungkin menyakitkan hati, bisa terjadi baku hantam di meja DPR yang seharusnya menjadi wakil serta aspirasi rakyat.
Apalagi ketika keributan terjadi seluruh mata di Indonesia dapat menyaksikannya melalui media visual seperti televisi ataupun internet. Hal tersebut menjadi bertambah kisruh karena pemberitaan media yang justru tidak menyelesaikan masalah melainkan semakin membukanya.
Itu baru contoh segelintir kasus, di dunia terjadi perang antarsuku, antarnegara, dan juga antaragama kebanyakan berasal dari kata-kata menyakitkan yang dikeluarkan. Ketika terjadi perang agama misalnya, hal itu disebabkan karena membela kepentingan agama masing-masing. Awalnya pun disebabkan oleh kata-kata yang keluar tidak pada tempatnya.
Mungkin masih hangat dalam ingatan Anda ketika nabi Muhammad dihina oleh oknum yang mengatasnamakan dirinya sebagai umat kristiani hingga terjadi terorisme pemboman yang dilakukan oleh umat muslim. Hasilnya, bukan hanya merusak ketenangan beragama kedua belah pihak, tapi juga mengorbankan masyarakat sipil yang tidak bersalah.
Hal ini cukup membuktikan bahwa kata-kata bagaikan sebilah pedang yang bisa menusuk dan menghujam dan akhirnya hanya menyisakan kesedihan serta penyesalan.
Kasus-kasus di atas dapat menjadi contoh bagi kita untuk selalu menggunakan bahasa dan menempatkannya dengan baik. Apapun yang akan Anda ucapkan lebih baik jika disaring terlebih dahulu. Karena setiap kata yang sudah dikeluarkan dari mulut tidak akan dapat ditarik kembali.
Kata maaf memang bisa memperbaiki keadaan, meskipun tidak akan pernah mengubah kejadian.
Banyak alasan dan penyebab sehingga kata-kata yang menyakitkan dapat muncul dan keluar dari mulut seseorang. Salah satunya adalah karena tidak terkontrol dengan baiknya emosi seseorang atau pengawasan diri yang kurang sehingga seseorang menjadi lebih mudah terpancing emosinya.
Sebenarnya banyak keburukan dan kejadian yang tidak diinginkan dapat diminimalisir jika kita dapat menahan diri dengan melatih kesabaran Meskipun cara yang ditempuh pun akan cukup sulit.
Dalam kehidupan sehari-hari, cukup banyak permasalahan yang dapat terjadi dan bisa dipetik hikmahnya ketika terjadi keribuutan disebabkan oleh terlontarnya kata kata menyakitkan. Hal tersebut pasti terasa sangat tidak mengenakkan terutama jika terjadi dengan orang yang hubungannya dekat dengan Anda.
Berikut ini ada beberapa tips untuk menghindari pertengkaran yang diawali dengan kata menyakitkan dalam beberapa bentuk hubungan yang terdekat dengan kita: Kata-Kata Menyakitkan dalam Pertemanan
Ketika Anda merasa nyaman dengan seseorang karena pembicaraan yang “nyambung”, secara langsung akan terjadi interaksi yang menyebabkan terjalinnya pertemanan. Mencari teman memang mudah, namun mencari musuh pun jauh lebih mudah.
Agar pertemanan bisa terjaga dengan baik dan silaturahmi bisa tetap terjalin, sebaiknya Anda juga bisa menempatkan diri dalam kapasitas pertemanan. Misalnya dengan memahami batasan-batasan dalam pertemanan.
Ada hal-hal yang tidak bisa Anda usik atau campuri terlalu jauh dalam setiap petemanan. Seandainya teman berbuat salah pun Anda tidak bisa segera menghakiminya hanya karena merasa dekat.
Perasaan dan tingkah laku juga harus tetap dijaga agar pertemanan dapat bertahan lama. Sekalipun bercanda, sebaiknya tidak terlalu berlebihan. Karena kebanyakan berawal dari hal semacam ini dapat terjadi persinggungan yang nantinya berujung tidak mengenakkan.
Meski tidak sedalam hubungan percintaan, hubungan pertemanan pun perlu dibina. Jika ada masalah yang menimpa, jangan malah mengungkap sisi buruk seorang teman. Takutnya hal tersebut justru menyakitkan hati dan memicu pertengkaran. Buruknya, hubungan pertemanan pun bisa terputus. Kata-Kata Menyakitkan Antara Orang Tua dan Anak
Orang tua dan anak memiliki jalinan hubungan terdekat yaitu darah daging. Setiap orang tua akan merasa memahami anaknya, sekalipun anaknya bersikeras bahwa orang tuanya tidak mengerti keinginannya. Anak akan cenderung memberi perlawanan jika keinginannya tidak dapat terpenuhi.
Ada yang memberontak dengan diam dan ada juga yang melawan secara terang-terangan. Keduanya tentu saja tidak akan menjadi baik jika tidak segera dibicarakan.
Antara anak dan orang tua perlu terjalin komunikasi intens agar keduanya saling memahami. Karena seringkali cara berpikir anak akan berbeda dengan orang tua. Masih banyak hal yang belum dirasakan anak namun sudah dikecap oleh orang tua.
Orang tua tidak dapat seenaknya menentukan apa yang diinginkan oleh anak, terutama jika anak sedang menginjak masa-masa peralihan dimana lingkungan juga menjadi patokan pemikirannya. Jika hal ini terjadi, tidak jarang kata kata menyakitkan bisa terlontar dari mulut anak atapun orang tua. Pertengkaran keduanya akan berdampak buruk pada harmonisasi keluarga. Kata-Kata Menyakitkan dalam Hubungan Rumah Tangga
Hubungan rumah tangga merupakan hubungan kompleks yang terjadi antara dua orang yang pada dasarnya berbeda. Dalam berumah tangga Anda akan menemukan sekian banyak perbedaan dan berusaha belajar menerima ketidakcocokkan tersebut.
Rumah tangga tanpa pertengkaran rasanya seperti sayur kurang bumbu. Hanya saja perlu dipahami kapasitas dari pertengkaran tersebut. Jika intensitasnya sering dan jadi terkesan saling menzalimi, mungkin salah satu atau kedua pihak benar-benar kesulitan menyesuaikan diri dengan pasangannya.
Meksipun demikian, pasangan yang sudah berumah tangga sebaiknya selalu mengingat komitmen awal ketika akan membangun jalinan rumah tangganya. Tidak jarang dalam suatu hubungan terlontar kata-kata hinaan yang menyakitkan kedua belah pihak.
Mungkin permasalahannya akan lebih kompleks, misalnya dengan membuka keburukan pasangan, apalagi jika dituturkan di depan orang lain.
Atau yang sering juga terjadi adalah mengungkap kekurangan yang dirasakan ada pada pihak keluarga pasangan, umumnya mertua yang dirasa kurang baik. Sebaiknya hal-hal seperti ini dihindari untuk menjaga perasaan pasangan.
Unek-unek yang muncul pun ada baiknya dikomunikasikan ketika pikiran sedang jernih dan dengan pembicaraan yang lebih santai. Sehingga tidak memicu pertengkaran berarti.
Jadi ketika Anda merasa kesal atau marah, ada baiknya Anda memilih diam. Karena pada beberapa keadaan dan jika digunakan dengan tepat, diam dapat berbuah emas.
Demikianlah beberapa hal tentang penggunaan kata dalam komunikasi keseharian yang mungkin dapat memicu pertikaian Semoga kita semua termasuk orang-orang yang sabar lagi bertutur kata baik.

Exit mobile version