Lingkungan sekolah merupakan tempat yang begitu berpengaruh bagi perkembangan mental si buah hati. Ia bisa belajar banyak hal di lingkungan yang menuntutnya untuk berinteraksi dengan beberapa karakter berbeda, yang mungkin saja yang tak ia suka. Ia dapat menemukan makna sebuah pujian, makian, hingga bullying di sekolah
Bullying atau intimidasi merupakan suatu sikap yang bisa menjatuhkan mental anak Anda. Dengan mengejek misalnya, ejekan-ejekan yang terlontar dari sesama teman sekolahnya. Tak jarang akan menyurutkan rasa percaya diri bahkan membuatnya teracuh dan membuat hatinya kian merapuh. Dengan ejekan atau hinaan, maka akan terbentuklah suatu kepribadian yang mungkin saja tak diharapkan.
Penyebab Munculnya Bullying di Ranah Pelajar
Bullying tentunya tak lepas dari peranan beberapa pihak dalam mendidik anak. Bullying merupakan “kenakalan” dalam berbahasa, sehingga banyak pihak yang dirugikan bahkan terpojokkan karena ulah para pembuli ini. Untuk membina tata bahasa yang baik, pembinaan keluarga yang stabil, dan pendidikan yang menunjang dalam arus pergaulannya. Pengejekan yang menimpa buah hati akan menjadikan dirinya semakin berkecil hati dan menganggap dirinya penuh akan kekurangan. Setiap langkahnya tentunya akan sedikit terasa berat karena harus menerjang ragam ejekan yang tengah menimpanya.
Bullying yang berlangsung bisa dilatarbelakangi oleh beberapa hal, baik itu murni karena kejahilan si pengejek, maupun si objek yang memang berpeluang untuk dibuli. Apapun itu, hal ini sangat tidak dibenarkan karena bisa saja berakibat panjang. Faktanya, tak sedikit orang yang merasa minder hingga ia dewasa, karena sedari kecilnya terbiasa dengan cercaan-cercaan yang menjatuhkan. Misalnya, ketika seorang siswa dites untuk menyanyi di depan kelas dan teman-teman yang menyaksikannya malah mencemoohnya, secara otomatis si penyanyi akan merasa ragu untuk tampil di moment-moment berikutnya.
Walaupun faktanya ia tidak bisa menyanyi, namun jika mentalnya tetap tenang tanpa hinaan, pastinya ia akan berusaha tampil semaksimal mungkin dengan terus giat berlatih. Namun jika hatinya sudah tak sudi lagi menyanyi karena teman-temannya hendak membuli, hal ini yang begitu dikhawatirkan karena bulian dapat mengakibatkan rasa minder yang tidak berkesudahan.
Bullying Dapat Menular
Bullying di sekolah biasanya dapat “”menular”. Ya, yang awalnya si pengejek hanya berjumlah satu orang, biasanya teman-teman yang lain terbawa antusias untuk ikut mengejek si objek penderita, baik itu untuk kepentingan hiburan semata, atau memang karena ada dendam yang tersimpan dalam hatinya.
Kegiatan tercela ini tak dapat dipungkiri akan membawa suatu permusuhan antar teman, bahkan hingga perkelahian yang tak terelakkan. Lebih parahnya lagi, rasa semangat belajar pun akan hilang bahkan berkurang karena yang ia pikirkan hanyalah bulian teman-teman yang mencuri perhatiannya. Anak yang dibuli akan terlihat murung dengan pancaran mata yang sayu seolah menggambarkan rasa syahdu yang tengah ia rasakan. Wajahnya pun tak jarang menegang karena hatinya kian berang akan lontaran kata yang tak diharapkan.
Peranan Sekolah Untuk Menghalau Bullying
Pihak sekolah atau para guru pun memiliki peranan penting dalam menghalau bullying di lingkungan sekolah. Jangan ragu untuk mengeluarkan aturan yang jelas akan larangan untuk mengejek teman. Jika hal itu dilanggar, maka usunglah suatu “hukuman” yang membuat para pembuli jera. Faktanya, belum banyak sekolah yang mengeluarkan aturan semacam ini. Mungkin hal ini terlihat ringan, namun efeknya begitu luar biasa. Bahkan tak sedikit guru yang tidak menyadari bahwa sebagian peserta didiknya mengalami bullying di sekolah.
Bulian-bulian ini umumnya terjadi di ruangan kelas saat pembelajaran, maupun saat waktu istirahatnya, di mana interaksi sesama teman makin menggeliat hingga terjadilah hal-hal yang kurang bermanfaat, Tangisan-tangisan paraunya karena kekecewaan mendalam akibat dibuli perlu dipecahkan oleh pihak guru.
Karena jika adanya pembiaran, dikhawatirkan akan tumbuh generasi-generasi pendendam yang diakibatkan kekesalan yang tak dikeluarkan. Ya, seperti yang kita ketahui bahwa cara orang dalam menumpahkan emosi begitu beragam.
Siswa yang terkena bulian bisa saja bersikap cuek, menangis tersedu, marah membuncah, atau hanya menggerutu. Namun perlu kita ingat, hati yang normal pasti sedikitnya akan merasa sakit hati atas ejekan-ejekan yang terlontar. Jika pasalnya si korban langsung mengeluarkan emosi saat dibuli, kita bisa langsung melerainya dengan memberikan ragam pengertian yang bijak, bahwa setiap permasalahan harus diselesaikan dengan hati dan pikiran yang tenang.
Begitu pun kepada si pembuli, kita dituntut untuk mengarahkannya dengan sigap bahwa apa yang tengah dilakukannya memang tak layak untuk didiamkan. Dan yang ditakutkan yaitu bagaimana jika si korban berkamufulase.
Ia memperlihatkan jiwa yang tenang saat dibuli, namun hatinya begitu bergejolak dengan kekesalan yang tidak berkesudahan. Akan lebih baik jika si korban bersikap pemaaf, namun jika sebaliknya, otomatis kekesalannya akan meledak di suatu hari, di mana ia tak mampu lagi bertahan dan balasan yang ia tumpahkan pun bisa saja meluap-luap hingga terjadinya hal-hal yang di luar dugaan.
Emosi Yang Dirasakan
Bersikap diam – diam menghanyutkan dengan mepersiapkan segudang balasan tetunya akan berakibat fatal. Dan juga adakalanya suatu pembalasan itu tidak direncanakan. Dalam hatinya ingin memaafkan kesalahan si pembuli, namun emosinya berkata lain karena ulah-ulah nakal makin ditunjukkan oleh si pembuli.
Meski kita tahu bahwa tak semua bulian itu tepat sasaran, untuk menghindari bulian pun tentunya si korban jangan bosan untuk berbenah diri, agar lontaran-lontaran sumbang tak lagi menghampirinya. Kepiawaiannya dalam mengulik pertemanan tentu dibutuhkan.
Jangan ragu untuk mengulurkan tangan persahabatan, dengan begitu si pembuli akan malu karena si korban membukakannya pintu pertemanan tanpa berniat melemparkan balasan. Dalam suatu pertengkaran memang diperlukan jiwa yang lapang untuk menghalaunya.
Bersikap mengalah bukan berarti kalah, dan berjiwa besar pun tak selalu bermakna melakukan pembiaran terhadap si pengejek. Tak salah jika si korban menunjukkan rasa keberatannya untuk diejek, tentunya dengan cara apik dan cerdas agar si pengejek hendak tersadar dengan teguran yang “menggelegar” alias dengan cara yang jempolan tanpa menyisakan suatu perkelahian.
Komunikasi yang baik perlu dibina guna kualitas suatu kehidupan Orang yang tak bisa menyampaikan isi hatinya terbilang rugi karena harinya hendak diisi dengan keluhan yang tak mampu ia utarakan. Bagaimana pun kita selaku mahluk sosial tidak lepas dari jasa seorang teman yang tentunya melalui terjaganya suatu pola persahabatan.
Kita pun dituntut untuk mampu menelisik hal apa yang melatarbelakangi lahirnya para pembuli. Apa itu murni dari suatu keisengan, atau memang ia hanya melontarkan apa yang ia lihat pada diri si korban. Alias mengkritik dengan cara menjatuhkan. Ataukah ia memiliki permasalahan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan si korban. Namun ia menumpahkan kekesalannya pada orang yang salah.