Seperti apa sih, tujuan pendidikan nasional kita? artikel ini akan memaparkan mengenai berlikunya jalan demi mencapai tujuan nasional yang telah ditetapkan pemerintah kita. Pendidikan Indonesia dinilai sebagian orang sebagai praktik pendidikan yang hedonis dan kapitalis. Negara yang sangat kapitalis seperti Amerika saja, tidak sehedonis dan sekapitalis seperti Indonesia.
Membedakan anak-anak didik dari jumlah rupiah yang disumbangkannya. Juga memisahkan anak-anak yang dianggap cerdas dari anak-anak yang dianggap kurang memenuhi tingkat keceradasan yang disyaratkan.
Lalu, apa tujuan pendidikan nasional yang sebenarnya?
Benarkah pendidikan nasional itu untuk semua anak Indonesia? Apakah sekolah bagus hanya untuk anak-anak yang bagus, baik dari sisi ekonomi maupun dari sisi intelektual? Bagaimana dengan anak-anak yang kurang beruntung?
Tujuan Pendidikan Nasional Berdasarkan UUD 1945
Pada masa pemerintahan Soeharto, UUD 1945 bagai sebuah kitab suci. UUD 1945 bagai tertutup dari perubahan satu titik pun. Namun walaupun begitu, tujuan pendidikan nasional cukup jelas, pemerintah berusaha keras mendirikan sekolah inpres di seluruh Indonesia. Seragam sekolah diberlakukan untuk membuat semua anak didik merasa sama dan tidak terlihat kasta orang kaya dan kasta orang kurang beruntung.
Hanya sekolah swasta yang mempunyai seragam sendiri. Itu pun mereka harus mengadopsi peraturan pemerintah. Yaitu memakai seragam sekolah nasional, putih merah tuk tingkat SD, putih biru tuk tingkat SMP, dan putih abu-abu tuk tingkat SMA. Seragam boleh dipakai pada hari Jumat atau hari Sabtu. Memang terlihat bahwa anak-anak yang bersekolah di sekolah swasta itu bonafide berasal dari keluarga mampu. Namun pada masa itu, perbedaan itu tidak terlalu menonjol.
Berbeda dengan sekarang. Dalam satu sekolah pun, anak-anak didik itu sudah dikotak-kotakkan ke dalam berbagai kelas sesuai kriteria yang ditentukan. Misalnya, kelas yang ‘berkelas’ dikhususkan untuk anak-anak yang mampu dari segi ekonomi dan intelektualnya. Ada juga kelas ekonomi bagi yang dianggap kurang mampu, baik dari segi ekonomi maupun dari segi intelektual.
Belum lagi ditambah dengan adanya sekolah yang disebut RSBI dan SBI. Suatu kebanggaan tersendiri dapat bersekolah di sekolah unggulan dan terlihat mentereng itu. Karena dengan bersekolah di sana, status sosial akan dianggap lebih tinggi daripada mereka yang bersekolah di tempat-tempat yang tidak ada embel-embelnya. Seprti embel-embel: RSBI atau SBI atau sekolah ungulan atau sekolah Plus atau sekolah SBI ungulan dan plus.
Apa maunya pemerintah dengan semua ini? Menerapkan semua hal, yang hanya akan semakin memperlihatkan dan mendidik anak-anak untuk menilai seseorang dari kekayaan dan intelektualitasnya saja. Apa sesungguhnya tujuan pendidikan nasional Indonesia ini?
UUD 1945 (versi Amendemen) Pasal 31, Ayat 3 menyebtkan:
“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa , yang diatur dengan undang-undang.”
Perhatikan kalimat yang digarisbawahi. Ini dapat berarti, kalau undang-undangnya tidak benar maka kehidupan bangsa ini akan kacau. Tidak bisa disalahkan juga, usaha pemerintah membuat berbagai peraturan untuk memajukan pendidikan ini. Hanya saja, sistem dibuat dinilai cukup membingungkan. Bahkan, keluar dari konteks meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Apakah Indonesia kekurangan orang-orang cerdas hati sehingga tidak mampu membuat satu undang-undang yang benar-benar berdasarkan hati nurani dan bening jiwa yang sesungguhnya? Buktinya adalah bahwa orang cerdas di Indonesia ini semakin banyak. Prestasi mereka luar biasa.
Namun, di sisi lain, kejahatan korupsi semakin meningkat dan pelakunya adalah orang-orang cerdas yang dulunya bersekolah di sekolah bonafide. Yang mengajarkan kemampuan intelektrual hingga batas yang tak terkirakan.
Inikah tujuan dari pendidikan nasional yang berakhlak mulia itu ?
Hasil dari tujuan pendidikan nasional itu seolah menjadi satu bumerang. Sesama orang cerdas sekarang berusaha saling jegal agar mereka selamat dari tuntutan jerat hukum.
Liku-liku peradilan yang rumit ditanggapi dengan santai dan penuh kebohongan oleh mereka yang telah terdidik dengan sangat matang dari dunia pendidikan. Yang menitikberatkan kemampuan otak dan kurang diberi sentuhan budi pekerti dan nilai-nilai yang sekiranya bisa menumbuhkan kelembutan jiwa.
Anak-anak yang dilatih hanya menggunakan otaknya akan tumbuh menjadi pribadi keras dan tak kenal ampun ketika berhadapan dengan siapa pun. Dia tidak peduli apakah dosa atau tidak. Otaknya telah mengatur dan mengendalikannya.
Sungguh luar biasa kerugian bangsa ini bila tak mampu merumuskan dan mengaplikasikan tujuan pendidikan nasional yang sesungguhnya. Tidak akan ada satu tujuan berhasil bila proses yang dilakukan tidak mengarah kepada destinasi yang telah ditetapkan. Keanehan dan anomali akan terlihat nyata dan tak harus menunggu waktu lama.
Tujuan pendidikan nasional yang disalahartikan itu telah menumbuhkan para monster yang nantinya akan siap saling kejar, saling memangsa, dan saling cakar. Tidak ada yang tidak mungkin. Kehidupan berjalan dalam alur sunatullah yang tak akan melenceng dari proses. Ketika proses yang dilalui tidak sesuai dengan apa yang telah digariskan, tunggulah kehancurannya.
Uang memang punya kuasa. Tetapi, di atas uang seharusnya ada hati yang mengelola uang sebagai suatu alat mencapai tujuan dan bukan menjadi tujuan itu sendiri. Mengingat semua hal harus menggunakan uang, semua orang gelap mata. Orang yang terlihat alim dan baik pada saat belum punya uang. Ketika dia melihat kesempatan memiliki uang yang bukan miliknya, maka berbagai alasan akan dibuat demi mengklaim bahwa uang itu miliknya.
Wajah orang yang dulunya baik itu, berubah menjadi wajah monster bertopeng malaikat. Inilah efek dari tujuan pendidikan nasional yang disalahkaprahkan. Uang telah menutup dunia indah ketulusan dan keikhlasan berbuat.
Tujuan Pendidikan Nasional Berdasarkan Pasal 31, Ayat 5 UUD 1945
Tidak berbeda dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang pada Pasal 31 Ayat 3, Pasal 31 Ayat 5 juga menitikberatkan tujuan pendidikan nasional pada landasan agama. Pasal tersebut berbunyi,
“Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Indah dan cukup lugas serta tegas. Yang terjadi adalah bahwa kemajuan pengetahuan teknologi memang semakin bagus. Tetapi, media ternyata lebih senang memberikan kompetisi tarik suara dan dunia hiburan lainnya. Sedangkan kemajuan yang diraih anak-anak Indonesia yang tidak terkait dunia hiburan seolah menjadi anak-anak yang termarjinalkan.
Luar biasanya lagi adalah bahwa pemerintah seolah menutup mata dari kehadiran anak-anak cerdas ini. Pemerintah tidak dengan 100% mendukung kemajuan anak-anak hebat tersebut. Akhirnya, anak-anak itu diambil oleh Singapura dan negara-negara lain yang mampu melihat potensi anak-anak Indonesia. Mereka memberi beasiswa penuh dan mereka menjanjikan masa depan yang indah.
Kalau pemerintah benar-benar paham dengan tujuan pendidikan nasional yang telah dituangkan dalam UUD 1945 tersebut, pemerintah tak akan setengah hati memperjuangkan keberadaan anak-anak cerdas Indonesia. Bukankah penjabaran UUD 1945 tentang pendidikan terdapat pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Dengan Pasal 3 yang menyebutkan,
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Dengan itu, sudah seharusnya bangsa kita ini berjuang bersama – sama untuk mencapai suatu tujuan pendidikan nasional yang diidamkan oleh UUD 1945.