Tata Tertib Sekolah, Menumbuhkan Kesadaran Mematuhi Aturan Sejak Dini – Ada anggapan aneh di negeri ini, bahwa “Peraturan Dibuat Untuk Dilanggar”. Slogan aneh ini pasti tidak asing lagi bagi banyak orang. Mengapa, karena slogan ini seolah memperbolehkan melanggar aturan yang sudah ada. Aneh, tapi nyata.
Kenyataan yang terjadi di lapangan. Banyak pelanggaran. Mulai dari pelanggaran disiplin dalam berlalu lintas. Pelanggaran dalam hak azasi manusia, pelanggaran dalam hak-hak konsumen, pelanggaran kode etik pada para dokter, sampai pelanggaran tata tertib sekolah yang dilakukan siswa.
Pelanggaran Tata Tertib
Ini seolah menjadi hal biasa yang dimaklumi oleh anak bangsa ini. Lucu, namun tidak bisa membuat kita tertawa, hanya tersenyum miring yang miris.
Slogan yg keluar merupakan refleksi yang sungguh terjadi di negeri ini. Terang saja negeri ini tidak akan pernah maju-maju, kalau aturan yang baik saja dilanggar dan hidup semau gue
Wah, sebuah Negara tidak akan bisa maju dan berjalan baik kalau orang-orangnya egois. Sedangkan hidup bernegara membutuhkan perasaan saling menghormati.
Bolehlah kita individual, tapi tidak egois. Individual hanya tidak ingin segala sesuatu yang menyangkut hak pribadinya di ganggu, tapi egois adalah apapun harus sesuai dengan keinginan “dia”. Berbeda bukan?
Pelanggaran Tata Tertib Sekolah, Cikal Bakal dari Pelanggaran Lainnya
Tahukah Anda bahwa sesuatu yang pernah kita lakukan, dan berulang akan menciptakan kebiasaan, dan kebiasan yang tercipta kelak akan terekam dan menjadi karakter dasar? Itulah yang dinamakan “Asa Bisa Karena Biasa” kalau melakukan secara terus menerus akan terbiasa.
Melanggar peraturan pun sama. Mulai dari Anda melanggar peraturan kecil, seperti peraturan tata tertib sekolah. Itu hal kecil, dan sanksinya nyaris tidak ada.
Kalaupun ada, Anda hanya disuruh lari keliling lapangan, atau menjaga perpustakaan. Namun belakangan malah tidak ada sanksi apapun. Lakukan saja secara terus menerus dan berulang.
Setiap ada peraturan tata tertib sekolah yang tidak berkenan, maka dilanggar. Sepele memang, namun buahnya dan buntutnya merugikan umat dan masyarakat. Manusia yang terbiasa melanggar akan melegalkan pelanggaran. Hati kecilnya sudah beku, bahkan berkarat dalam mematuhi peraturan.
Pasti setiap ada peraturan, dia akan bergumam dalam hati, “halah, semua orang juga melanggar”, maka, terciptalah pelanggaran. Yang tidak enak, sikap melanggar peraturan ini biasanya menular, layaknya penyakit menular. Menjalar cepat dan merusak orang-orang yang memiliki potensi baik.
Akhirnya terciptalah ungkapan yang disebutkan tadi, “peraturan ada untuk dilanggar” jadi jangan heran kalau banyak pengendara motor yang suka ngebut tapi punya sim.
Banyak Orang Menyepelekan Aturan
Jarang orang yang bersedia memakai helm demi keselamatan, pakai helm cuma takut ditilang. Korupsi merajalela lewat proyek kotor.
Operasi besar dan berbahaya dilakukan dan ketika terjadi kesalahan angkat tangan. Semua bermuara dari tidak adanya kesadaran akan peraturan.
Peraturan sesungguhnya dibuat untuk menghormati orang lain. Dengan begitu semua akan terkendali dan tercipta kerukunan yang baik. Namun apa jadinya kalau tiap-tiap orang merasa berhak melanggar karena sudah adanya oknum yang melanggar.
Peraturan tidak jalan, kejahatan merajalela. Kembali pada peraturan tata tertib sekolah. Sesungguhnya peraturan seperti peraturan tata tertib sekolah dibuat demi siswa juga. Agar disiplin, menghormati instalasi bernama sekolah dan tentu saja menghormati teman lain yang sudah patuh.
Pelanggaran akan membuat dan menanamkan pada si peserta didik bahwa dia istimewa dan bahwa sanksi tidak akan menyentuhnya. Bayangkan si pelanggar ini kelak melanggar peraturan lalu lintas karena lemahnya sanksi dan rasa tanggung jawab.
Bisa-bisa sikap pelanggarannya malah mencelakaan orang lain dengan kecelakaan. Mengerikan bukan? Pelanggaran harusnya disanksi berat.
Memang, peraturan tata tertib sekolah terkesan sepela, namun kalau dari awal ada hukuman yang cukup berat, siswa yang melanggar pastinya jera. Rasa jera dan takut penting untuk menegakkan aturan.
Hukuman berat itu bisa saja dalam bentuk membersihkan toilet sekolah selama sebulan atau menjadi penjaga UKS selama waktu istirahat. Ketika siswa melanggar, para guru pun wajib melakukan pembinaan agar kejadian tidak berulang.
Untuk pelanggaran dalam porsi yang lebih besar, misalnya pelanggaran hukum, harusnya juga mendapat hukum yang sesuai.
Hukum Tidak Jalan, Menciptakan Masyarakat Masa Bodoh
Lihatlah negeri Indonesia ini. Kian hari kiat suram. Kepedihan selalu terjadi, ketidakadilan apalagi. Jangankan hal kecil macam melanggar aturan tata tertib sekolah, hal besar pun mengenai penggunaan dana rakyat yang semena-mena tidak ada yang berani mengusik.
Semua saling bersilat lidah. Biar bukti sudah di depan mata, namun karena yang mengadili pun terlibat, maka kasus pun berlarut-larut. Hukuman yang dijatuhkan pun terkesan main-main. Memang mengerikan sikap orang-orang yang berkuasa.
Tahukah Anda, bahwa disiplin sejak dini, dan rasa tanggung jawab yang ditanamkan dari kecil akan berbuah hal manis? Apakah kita tidak merindukan pemimpin yang sungguh-sungguh bertanggung jawab terhadap rakyat, bukan bertanggung jawab terhadap partai yang membesarkannya?
Dahulu, negara ini dikenal sebagai bangsa yang ramah. Bangsa ini pun sebagian penganut islam yang mengajarkan kejujuran. Namun yang terjadi sebaliknya, sikap ramah tamah bangsa ini perlahan tergerus zaman, kejujuran menjadi mahkluk langka serupa alien. Seperti banyak orang bilang, jujur bakal bangkrut. Sedih bukan?
Hal yang Terlihat Sepele, Malah Membawa Dampak yang Besar
Tahukah bahwa semua saling berkaitan. Dan semua dimulai dari hal yang kecil. Seperti kebiasan membuang sampah sembarangan.
Peraturan tersebut terasa sepele, tapi dampaknya cukup besar. Jika sampah terus dibiarkan berserakan, maka sampah tersebut dapat menciptakan banjir.
Contoh tersebut hanyalah merupakan contoh kecil yang sering terjadi di sekitar kita. Contoh sederhana lainnya adalah seenaknya melanggar tata tertib sekolah. Datang telat, tidak memakai atribut sekolah dengan benar. Memakai rok di atas lutut. Memakai perhiasan. Semua adalah tindakan yang merugikan, bukan sekolah, namun sang siswa sendiri.
Bayangkan, untuk perempuan yang memakai rok di atas lutut. Pahanya akan jadi tontonan siswa laki-laki ataupun orang di jalan ketika dia duduk diangkot.
Ujung-ujungnya bisa terjadi pelecehan. Untuk siswa yang mengenakan perhiasan berlebih, bisa-bisa nanti di jalan dirampok orang. Kalau tidak mematuhi memakai atribut yang benar, maka siswa akan terbiasa asal-asalan dan slebor. Seolah meremehkan seseorang, sesuatu ataupun aturan.
Untuk siswa yang kerap datang telat, disiplinnya luar bisa kurang. Dia tidak menghargai waktunya, dan juga tidak menghargai orang lain yang lebih dulu datang. Kalau kebiasan tersebut dipupuk, dia akan jadi orang yang tidak bisa dipercaya jika disuruh datang tepat waktunya.
Dan meremehkan pentingnya menepati waktu. Ujung-ujung yang terburuknya, ketika akan wawancara kerja, dia bisa telat dan berakibat pekerjaan yang ditunggunya tidak dia dapat. Jadilah Manusia Bertanggung Jawab
Kita adalah generasi muda bangsa. Kita yang kelak akan menjadi setir bangsa ini. Yang tua-tua kelak akan lengser, tersisa kita. Bila kita masih tetap mengikuti pola yang tua, jangan harap ada perbaikan.
Jangan harap Negara Indonesia masih ada tiga puluh tahun kedepan. Karena bangsa ini akan sibuk untuk melakukan perang saudara dan suka memakan daging saudara sebangsa.
Menyedihkan pasti, dan semua bermula dari kebiasaan melanggar peraturan, dari yang terkecil sekalipun. Jadi patuhi peraturan, baik itu peraturan tata tertib sekolah dari pendidikan, membuang sampah sampai berkendaran di jalan raya.