Sahabat Yatim

Waspadai faktor pencetus asma pada anak

asmaEmosi dan aktivitas fisik memang benar dapat mencetuskan asma, seperti diterangkan pada artikel mengenai asma di edisi ini.

Banyak orang tua yang memiliki anak penderita asma. Termasuk, kedua orang tua berikut ini yang akan berbagi kisah mereka seputar cara mengatasi serangan asma pada anak.

Coklat No Way!

Sebelumnya kami tidak pernah tahu bahwa Eriek (3 tahun) putra kami mempunyai bakat asma. Meskipun selama ini bu1’ung kami itu memang sering sekali mengalami batuk pilek yang lama. Bahkan bila batuknya semakin parah kerap disertai muntah di malam hari. Sepertinya produksi lendirnya sangat banyak.

Seorang kerabat menyarankan kami untuk memeriksakan Eriek ke dokter spesialis pulmonologi anak. Dari pemeriksaan dokter diketahui ternyata Eriek mengalami gejala awal asma. Bila tidak dirawat dengan baik geiala ini dapat berkembang menjadi asma. Tentu saia kani sedikit terkejut. Pasalnya baik saya maupun suami tidak ada yang menderita asma. Namun setelah dirunut dalam keluarga saya memang ada yang mengalami asma. Yaitu nenek buyut saya.

Sejak saat itu, Eriek mendapatkan perawratan berupa obat-obatan dan perhatian khusus terutama pada hal-hal yang dapat menyebabkan timbulnya asma. Seperti debu, makanan dan minuman yang dapat menimbulkan alergi. Salah satunya coklat. Padahal selama ini Eriek mengkonsumsi susu rasa coklat. Ia tidak terlalu suka rasa vanila. Tapi begitu tahu coklat memicu gejala asma saya mengganti semua susu yang diminum Eriek dengan susu rasa vanila. Awalnya Eriek menolak keras. Tapi lama kelamaan ia mau juga meminum susu barunya,jadi mulai sekarang, coklat no way! (Ny. Malinda S. Triasa, ibu satu putra, Palembang)

Kendalikan Emosinya

Pada mulanya saya tidak percaya bahwa rasa sedih, kecewa, atau kegembiraan yang berlebihan dapat memicu serangan asma pada anak. Tapi setelah memperhatikan pola serangan asma yang dialami Wina, saya paham, ternyata pencetus asmanya bukan hanya makanan, minuman, udara, binatang, atau debu saja. Tapi juga keadaan emosinya.

Suatu hari saya memarahi Wina dengan keras karena siang itu ia bersikap kurang baik pada pembantu kami. Malam harinya, asma Wina kambuh. Begitu pula saat Wina terlalu gembira bermain bersama teman-temannya, asmanya juga kambuh. Memang, serangannya tidak terlalu parah karena dapat segera diatasi dengan obat yang diberikan dokter.

Setelah saya membaca sebuah artikel tentang asma saya baru tahu kalau penderita asma perlu memperhatikan kondisi emosinya. Begitupula dengan Wina. Kini kami mulai berhati-hati dalam memberikan teguran pada Wina. Kami berusaha tidak membuatnya terlalu sedih atau terlalu gembira. Hasilnya, Wina kini tidak terlalu sering mengalami serangan asma. Ini tentu baik bagi kondisi kesehatannya. (Bp. W. Setiawan, Bapak tiga anak Yogyakarta)

 

Exit mobile version