resiko kehamilan usia muda
Sari Adhiati saparina, staf Adminiftrasi Komire Medik, Rumah sakit YPK, Jakarta.
Saya masih kuliah ketika menikah dengan Erwin Gunawan tahun 2006. Maka kami memutuskan untuk senang-senang berdua dulu, menyelesaikan kuliah sambil kerja paruh waktu. Rencana kami, begitu selesai kuliah barulah saya bekerja full time. Kemudian kami akan mengumpulkan uang sehingga siap secara finansial, barulah saya “boleh” hamil.
Untuk menunda kehamilan, saya memilih kontrasepsi pil. Semuanya berjalan sesuai rencana. Tapi rupanya, karena kesibukan kuliah, suatu ketika saya lalai, lupa minum pil. Baru nyadar ketika dihitung sudah 3 bulan tidak menstruasi. Saya pun konsultasi dengan dokter kandungan, yang tak lain Papa saya sendiri. Setelah memeriksa, Papa tersenyum dan mengucapkan selamat. Saya hamil di usia perkawinan 7 bulan.
resiko kehamilan usia muda
Berita kehamilan membuat perasaan saya tidak karuan! Buyar semua rencana. Terbayang bagaimana beratnya hamil sambil kuliah. Belum lagi rasa cemas karena selama tiga bulan itu saya pernah minum pil KB. Saya khawatir terjadi apa-apa pada janin yang sedang dikandung. Dan, hal lain yang tak kalah penting, adalah secara finansial kami belum siap. Rumah pun masih dipinjami keluarga. Namun suami menguatkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Ternyata kehamilan saya sungguh mudah. Janin yang saya kandung memahami kesibukan ibunya. Saya tidak mengalami muntah dan mual-mual seperti kebanyakan ibu hamil. Tidak juga ngidam yang aneh-aneh. Makanya saya tetap bisa mengikuti kuliah dengan perut yang terus membesar. Namun, mental saya baru diuji ketika dokter mengatakan, pinggul saya kecil dan harus dioperasi karena bayi yang saya kandung cukup besar.
Dokter memutuskan menempatkannya di Inkubator Ketika Fachresya lahir. Saat itu, saya takut terjadi apa-apa padanya. Namun dokter menjelaskan, ia hanya tidak bisa menyesuaikan diri dengan udara di luar. Itu sebabnya ia mengigigil. Saya sedih sekali ketika pulang dari rumah sakit tidak bisa membawanya pulang. Sementara kerabat dan teman-teman yang datang bertanya, “Mana bayinya?” atau “Mengapa bayinya tidak dibawa pulang?” Saya datang ke rumah sakit untuk memberinya ASI eksklusif. Di minggu pertama kepulangannya ke rumah, ia masih perlu diberi penghangat. Saya memberinya kehangatan dengan sorotan lampu selama 15 menit.
Kini saya senang melihat Fachresya tumbuh sehat. Tubuhnya sudah mampu beradaptasi suhudi luar dengan baik. Ia tidak pernah menggigil lagi. Setelah cuti kuliah setahun lebih, kini saatnya saya membuka-buka kembali buku kuliah. Saya belum menyelesaikan skripsi yang tertunda karena melahirkan dan mengasuh anak. Mudah-mudahan saya bisa menyelesaikannya di sela-sela kesibukan saya sebagai staf administrasi komite medik, di Rumah Sakit YPK, Jakarta.
Majalah Anakku
- Jika Kamu suka dengan artikel ini, silahkan share melalui Media Sosial kamu.
- Jika Kamu ingin berdonasi untuk Anak Yatim dan Dhuafa, Silahkan Klik Disini.